Rabu, 15 Mei 2019

Memaknai Hidup




Kutahu setiap orang yang  hidup di dunia ini pasti punya persoalan dan masalah hidup juga keadaan hidup yang berbeda -  beda.  Tak bisa kita katakan si A jauh lebih nikmat hidupnya dan lebih ringan masalahnya dari kita.  Sebab masalah itu  takarannya relatif tergantung perspektif dan kemampuan kita.  

Kali ini aku mau bercerita tentang sepenggal kisah hidupku. Sejak kecil bagiku aku selalu menjalani hidup yg tidak mudah dibanding teman-teman dan orang orang lain di sekitarku.  Untuk memperoleh hal baik yang kuinginkan aku harus berjuang dua tiga kali lebih keras dari semua teman dan orang sekitarku. Aku dengan sifat kanak-kanakku sering kali iri pada teman temanku. 

Aku lahir di tengah keluarga yang sederhana,  ayahku seorang buruh dan ibuku juga memaksakan diri untuk jadi karyawan pabrik yang pekerjaan nya hampir seperti pekerjaan laki-laki. Aku memiliki 3 orang adik dan aku terlahir sebagai anak pertama di keluarga.  Awalnya aku tak pernah terfikir bahwa ternyata jadi anak pertama itu tidak mudah.

Hari demi hari sejak kecil aku tak berharap banyak, makan seadanya,  bahkan untuk sekolah aku sudah sangat bersyukur bisa selesai sampai SMA. Sepanjang sekolah memang tidak mudah kulalui, perjuangan berjalan kaki pulang pergi dan kerja keras menyelesaikan tugas-tugas karena keterbatasan media di rumah dan banyak hal sederhana yang jadi lebih sukar karna keadaan membatasi gerak langkah. 

Aku akhirnya lulus SMA.  Aku memutuskan untuk kuliah keluar dari kotaku merantau karena kesadaran ku akan pentingnya ilmu pengetahuan untuk bekal dan investasi masa depan.  Setelah perdebatan yang cukup sengit dengan ayah, akhirnya aku diizinkan keluar.  Ibu adalah sosok paling gigih memperjuangkan keinginanku untuk menuntut ilmu di universitas yang terakreditas baik itu sesuai dengan jurusan pilihanku.

Awalnya kufikir semua akan aman aman saja,  namun ternyata aku harus menahan hidup pas pasan sekali sebagai anak kos demi meminimalkan pengeluaran ku, sebab setiap kali aku mengadu kehabisan dana,  ayah selalu menggerutu menyalahkan ku sedangkan ibu sibuk membujuk ayah agar mau mengirimkan aku biaya hidup.  

Setelah 4 tahun aku bersyukur bisa selesai dan akan segera wisuda tepat 4 tahun,  tanpa pernah tahu bahwa ternyata selama empat tahun ibu menanggung beban fikiran yang berat,  akhirnya ia jatuh sakit.  Di hari wisuda ku dia menolak untuk hadir dan menyuruh ayah untuk hadir sendiri dengan alasan dana.  Aku memang kesulitan dana saat itu,  tapi sudah kutabung uang demi membawa ibu terbang ke kota tempat kuliahku. Ibu malah meminta ku menabung nya untuk keperluan. Setiap kali kubujuk ia menangis hingga akhirnya aku menyerah. Kata ibu,  ayah yang paling perlu melihat wisuda ku,  sebab ayah tak pernah tau perjuangan ku selama kuliah dan ayah yg paling tidak peduli dengan kuliahku,  pemikiran ayah masih primitif, menganggap uang yg paling penting pendidikan itu tidak begitu perlu.  Yg paling perlu menurut ayah adalah kerja secepatnya dan kumpulan uang. Aku ikhlas.  Akhirnya aku wisuda di bulan agustus 2017 tanpa ibu. 

Walaupun rindu aku memutuskan untuk tidak kembali ke kota kelahiran karena komitmen pelayanan di kampus selama setahun sampai bulan  desember.  Aku bercerita ke ibu dan dia tidak masalah. Selama 4 bulan sejak Wisuda aku krisis berat aku berjanji tak minta uang sepeser pun ke orang tua.  Aku hidup nomaden dari kos ke kos menumpang sampai ada teman berbaik hati mengizinkanku tinggal gratis sementara sampai gaji ku cukup membayar uang rumah.  Bahkan aku makan gratis selama bulan pertama ditempat itu.  Sebab sebelum diterima di Bimbel dan privat tempat kerja ku aku sudah berhutang cukup banyak dengan teman teman. 
Akhirnya Desember tiba,  aku memutuskan untuk libur kerja dan tidak bisa berjanji akan kembali,  aku pulang ke Batam dan merayakan natal di Batam.  Berharap juga dapat pekerjaan disana.  Aku sudah rindu sekali dengan ibu.  Sejak satu tahun bahkan setelah wisuda aku tak dilihatnya. 

"Aku pulang ibu", senyum ku yang lebar berubah kejut melihat kurus kering ibu dan airmata yg terjatuh seketika di pipinya begitu melihat ku datang. Tak ku sangka ibu sekurus itu, seperti orang penyakitan dalam hatiku. Tapi segera kuperbaiki raut mukaku.  Kupeluk ibu. 

Kami merayakan natal bersama dengan sukacita dan tahun baru 2018. Sampai akhirnya ku tau ternyata selama ini ibu yg sudah menopause pendarahan lagi setiap hari tanpa henti.  Setengah mati kubujuk ibu supaya mau berobat dia menolak katanya mau kerja.  Setelah menangis akhirnya ibu mau,  serangkaian pemeriksaan dilakukan.  Sampai pada hari itu dokter bilang kalo ibu terkena kanker serviks dan harus di rujuk ke medan, tempatku dulu kuliah. Tak tau lagi gimana perasaan kami saat itu.  

Setelah diskusi akhirnya ibu bersedia meninggalkan anaknya yg lain demi berobat.  Aku memutuskan untuk menemani ibu selama berobat.  Kami terbang dan berobat.  Tak kusangka sesakit ini yg dirasakan ibu,  ia menjalani radiasi, kemoterapi tapi tak jua berhasil,  sampai akhirnya ususnya menyempit dan harus dioperasi.  Ibu sempat mengalami koma beberapa jam,  hingga aku ketakutan, tapi Tuhan masih izinkan ibu hidup. Setelah diketahui bahwa usus ibu bermasalah akhirnya ibu rela memakai kantong kolostomi dan usus ya di keluarkan supaya bisa bab lewat usus.  Tidak lewat anus lagi.  

Aku setia menjaga ibu memberinya jus dan semua asupan yg ia perlukan sepanjang satu tahun,  tak peduli omongan orang yang mengatakan aku akan sulit dapat pekerjaan, aku seharusnya bekerja dan bapak yg harus menjaga ibu,  bla bla bla. Sampai akhirnya ada info cpns,  ibu dan keluarga di medan mendorong ku keras untuk mencoba nya.

Akhirnya aku berdoa pada Tuhan.  Di doaku ku ingin Tuhan jadikan yg terbaik, aku tidak minta diluluskan aku hanya minta Tuhan beri yg terbaik, "jika ibu masih sakit dan aku lebih baik menjaga ibu,  maka jangan luluskan  aku Tuhan",  "jika ibu akan membaik dan aku akan diperlukan untuk membiayai adik adikku maka luluskan aku Tuhan". 

Ternyata aku lulus. Dan aku ditempatkan di sebuah kota di tanjungpinang, satu jam perjalanan dengan kapal dari Batam. Ku tinggalkan ibu dengan penuh harap pada Tuhan.  Lalu ibu dijaga oleh ayah. 

Skrg ayah tidak bekerja lagi, aku satu satu nya tulang punggung keluarga, adikku 2 orang kuliah satu di bangku sma.  Dan perjuangan belum usai.  Aku disibukkan dengan pekerjaan, sementara keadaan ibu hari hari memburuk. Ibu dan ayah selalu berdebat, ayah tak juga mengerti ibu.  Tak bisa menyembunyikan khawatir nya dan mengeluhkan  semua hal ke ibu termasuk keuangan.  Skrg ibu kritis, tak bisa jalan kemana mana,  bab dengan kantong di kamar,  buang air kecil di kamar,  kakinya bengkak kiri kanan,  setiap jam kesakitan tak tertahan kan hingga ke kepala,  keringat dingin setiap malam,  tak nafsu makan dan sangat lemas..  

Dokter bilang ibu harus disinar lagi,  ibu tidak mau, kata ibu sakit sekali dan dia sudah lemas sekali.  Dia juga takut efeknya yang bahaya sekali.  Ia  teringat usus ya yg menyempatkan karena sinar hingga akhirnya ia harus bab dengan usus dan kantong skrg.  

Aku sering bertanya kenapa Tuhan?  Aku tak masalah lahir di keluarga yg sederhana bahkan miskin,  itu mengajariku banyak hal.  Tapi ketika sakit datang aku sering lemah kenapa tuhan aku harus sesulit ini menjalani kehidupan? 

Tapi kali ini aku mau bilang, bahwa sekalipun aku tak paham maksud Tuhan,  aku tau Tuhan punya maksud baik atas segala sesuatu dan ia akan menolong ku dan keluarga melewati semua ini.  Seperti tahun tahun sebelumnya, semua berakhir indah. 

Dalam waktu dekat aku akan membawa adikku semuanya bertemu ibu, supaya ia sempat melihat ibu dalam keadaan sadar. Tapi sampai sekarang aku masih berharap kepada TUHAN, sebab sepanjang hidupku  aku masih bisa berharap padaNya. Tak ada yg mustahil bagi Tuhan. Tapi apapun yg terjadi aku berdoa semoga tuhan menguatkan aku dan keluarga. 

Sekarang aku memaknai hidup dengan cara yg berbeda. Sesekali memang aku jatuh, tapi aku kembali segera pada Nya, dan doa-doa serta keyakinan akan kuasaNya selalu membuatku lebih tenang.

Setiap pergumulan hidup dan perjalanan hidup bersama TUHAN sedikit demi sedikit mendewasakan aku,  dan mengubah caraku memaknai hidup. 

Ini ceritaku. Mana ceritamu?

2 komentar: